Sabtu, 15 Oktober 2016

Cerpen Kehidupan



KESULITAN+MASALAH=HIKMAH

            Mulut ini tak pandai berkata-kata. Kebahagiaan bersama sahabat kini telah usai di masa-masa MA. Tak ku sangka akhirnya kita semua lulus dari sekolah tercinta. Semoga persahabatan kita tak kan pernah usai setelah lulus dan mendapat kesibukan masing-masing, walaupun kebahagian masa MA tidak dapat dipungkiri kebahagiaannya yang sangat luar biasa, nanti kita bertemu dilain waktu. Setelah lulus kebingunganpun muncul, bertanya-tanya mau meneruskan kuliah, kerja ataua nikah itu pertanyaan dari sahabat-sahabatku. Aku berpikiran tetap ingin kuliah. Karena aku tak pernah berpikir setelah lulus pilihannya nikah atau kerja.
            Aku adalah Diyah siswi MA Negeri di Cimahi. Umurku 17 tahun, masih muda kan? Tapi november nanti umurku genap 18 tahun. Aku baru saja lulus dari MA dan menunggu kelulusan satu lagi yaitu SNMPTN. Setelah tiga hari menunggu, ternyata aku tidak lulus masuk ke universitas impianku. Lalu aku mencoba jalur dua yaitu SBMPTN, tapi... sama saja aku pun belum beruntung. Ketika aku berkumpul dengan sahabat-sahabatku, kami berbincang.
“Diyah kamu mau gimana? Mau meneruskan kuliah ke swasta?” kata Nasfa sahabatku.
“Aku bingung Nas, tapi aku tetap dalam pendirianku, walau aku gak diterima diperguruan tinggi negeri, aku akan tetap melanjutkan di perguruan tinggi swasta. Soalnya aku gak kepikiran dari pilihan kuliah, nikah, kerja. Aku gak kepikiran kesitu cuman aku mikirnya kuliah di PTN atau PTS. Gak kepikiran buat nikah atau kerja, aku belum siap. Kalau kalian?”
“Aku juga sama Diy mau coba nyari dulu.” ucap Amalia.
“yaudah kita cari bareng-bareng ya.” ucap Alisha.
“Kalau aku masih bingung.” ujar Nurma.
“Kayanya aku kerja deh ikut om aku.” Nasfa menembak pembicaraan Nurma.
“Aku juga sama kerja deh, soalnya nunggu kakak aku lulus dulu.” Ujar Rahmah.
“Aku belum tau sih, tapi aku mau coba nyari deh sama kaya kamu Diyah.” ujar Eni
“Yaudah gimana kalau kita ke perguruan tinggi swasta yang di cimahi saja, biayanya terjangkau, aku kemarin nanya-nanya sama pak Rudi, beliau kan menjadi dosen disana, gimana kalau kita coba kesana?” ujarku.
“Ayo, besok jam 9 ya, gak pake lama.” ujar Alisha.
            Hari ini kami berkunjung ke perguruan tinggi swasta dan ternyata alhamdulillah biayanya terjangkau. Akhirnya aku, Eni, Alisha, dan Amalia daftar di kampus itu. Setelah itu kami pulang ke rumah kita masing-masing. Aku pulang langsung menceritakan kepada Ayah dan Bunda.
“Ayah, bunda, barusan aku sama teman-temanku berkunjung ke perguruan tinggi swasta itu loh, yang waktu diceritain.” Ujarku
“Trus gimana hasilnya?” ujar ayah.
“Ya aku daftar, registrasinya hanya Rp. 300.000 yah, bun, dan biaya kuliahnya menurut Diyah sih terjangkau insya Allah Ayah sama Bunda bisa biayain Diyah. Diyah juga mau berwirausaha menjual apa saja, nanti join sama teman Diyah. Bagaimana Ayah, Bunda keberatan tidak Diyah kuliah di PTS itu?” Ujarku.
“Ya sekiranya Diyah suka, nyaman, silahkan Ayah sama Bunda gak ngelarang.” Ujar Bunda
“Ayah sama Bunda akan berusaha buat Diyah sama ade-ade kamu, agar menuntut ilmu yang lebih tinggi jangan kayak Ayah sama Bunda. Karena orangtua menginginkan anaknya menjadi lebih baik. Asalkan ingat! Diyah harus benar-benar menuntut ilmu, jangan mengecewakan Ayah sama Bunda. Walaupun kerjaan Ayah hanya di yayasan, yang gajihnya tak seberapa Dan Bunda di pabrik saja, tapi kami berdua akan berusaha.” Ujar Ayah.
“Iya Ayah, Diyah akan berusaha semampu Diyah dan Diyah akan memberikan yang terbaik buat Ayah sama Bunda.” Ujarku.
“Iya aamiin semoga apa yang dicita-citakan kamu tercapai ya menjadi guru, ingat pesan Ayah sama Bunda, dan jaga kepercayaan Ayah sama Bunda ya.” Ujar Ayah dan Bunda.
Aku pun menjawab “Aamiin, iya Ayah, Bunda insya Allah Diyah ingat selalu pesan Ayah dan Bunda, serta menjaga kepercayaan Ayah dan Bunda”.
            Setelah beberapa minggu daftar, aku dan teman-teman mengikuti ospek dikampus. Untungnya ospeknya hanya ospek kampus, tidak ada ospek jurusan. Jadi tidak terlalu ribet dan banyak mengeluarkan uang hehe. Setelah menjalankan ospek. Aku masuk kuliah pertama itu pada siang hari. Hmmm  nyebelin masuk kuliah pertama siang-siang, panas dan pastinya ngantuk.Oh iya aku masuk jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia sekelas sama Amalia dan juga Eni, tetapi Eni sakit dari sehabis pendaftaran, aku turut prihatin sekali padahal daftar bareng-bareng dengan semangat agar kita bisa kuliah bareng dan mengejar cita-cita yang sama. Kalau Alisha dia jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Kit berpisah dengan Alisha. Selang beberapa hari kuliah ada penerimaan himpunan, ukm dan komunitas. Aku mengikuti himpunan dan juga komunitas seni sastra tadinya ikut ukm padus cuman keluar aku fokus kedua organisasi tersebut. Aku jalani kedua organisasi tersebut, dengan seringnya rapat, latihan, sampai melaksanakan progam kerja.
            Hari ini hari pertama latihan untuk menggarap perlombaan. Hari-hari kemarin kita baru kumpul, berkenalan, dan latihan untuk uji masuk komunitas. Kami latihan bersama pelatih sekaligus dosen sastra yaitu Pak Anto.
Aku berkata “Ternyata latihan kali ini belum dilaksanakan, seharusnya hari ini kan reading, tapi malah denger ceramah pelatih, sumpahnya ngantuk banget, tapi lumayan sih dapat ilmu”.
Adzan dzuhur telah berkumandang, memanggil kita untuk sholat terlebih dahulu. Sebelum pergi sholat, kita anggota Komunitas Seni Sastra dikasih instruksi.
Pak Anto berkata “Selama perjalanan kalian cari benda apapun yang sangat terkesan sekali pada hidup kalian, lalu bawa setelah sholat kalian kumpul lagi disini dalam keadaan duduk melingkar dan ceritakan benda yang berkesan itu.”
Aku dan anggota lainnya menjawab “ Iya siap pak”.
            Lalu kita semua bergegas pergi ke masjid untuk menunaikan ibadah shalat. Sambil berjalan kita semua mencari benda yang diinstruksikan pak Anto. Tetapi kita semua kebingungan, karena benda apa yang terkesan buat diri kita masing-masing.
Yanti bertanya “Kamu benda apa Diyah?”.
Aku pun menjawab “ Aku juga bingung belum nemu, trus disangkut pautkan dengan apa lagi? Sholat dulu deh semoga ada pencerahan gitu”.
            Setelah kita shalat, kita mencari benda yang menurut kita terkesan, sambil berbincang-bincang tentang benda itu.
“Ahhh ini dia”. Aku berteriak dan mengambil benda di pinggir selokan itu.
“Kenapa koran kotor yang kamu ambil Diyah?”. Kak Agri bertanya.
Aku pun menjawab “Iya karena didalam koran ini terdapat gambar motor dan itu berkaitan dengan kesanku, nanti deh aku ceritakan kalo aku sempet atau ditunjuk hehe, tapi semoga aja engga aamiin haha”.
“Yeh kebiasaan kamu mah haha.” Ujar kak Agri.
            Sesaat sampai ruangan, kita membuat lingkaran dan pak Anto bertanya.
“Bagaimana pada bawa kan bendanya? Coba perlihatkan! Ada yang sudah siap untuk menceritakan benda yang kalian bawa?”
Semuanya pada diam karena mungkin pada takut atau malu, termasuk aku hehe.
“Yasudah Bapak tunjuk ya, Nur coba kamu!”
“Iya pak.”
Setelah Nur menceritakan benda yang berkesan bagi dia, selanjutnya...
“Saya pak.” Ujar kak Anti (sambil mengacungkan tangan kanannya).
“Ok langsung duduk ditengah, pejamkan mata, lalu ceritakan, keluarkan ekspresi yang akan kamu keluarkan.”
“Baik pak.”
            Cerita dari kak Anti sangat sedih sekali, aku terharu, ekspresinya dapet, cerita, dan perasaannya dapet. Selanjutnya aku mau mencoba, tapi takut, malu, ceritanya takut gimana gitu.
“Saya pak mau.” Ujarku
“Ok silahkan Diyah lebih berekspresi ya, totalkan”
“Iya pak. Assalammualaikum warrohmatullohhiwabarakatuh. Disini saya membawa benda yang menurut saya berkesan bagi kehidupan saya. Pasti banyak yang bertanya kenapa saya membawa koran kotor dan lecek ini? Ya bisa terlihat didalam koran kecil yang kotor dan juga lecek ini terdapat sebuah gambar motor. Benda yang berkesan bagi saya adalah motor, saya bawa saja ini, soalnya tidak mungkin kan saya bawa motor yang dipakai Ayah saya. Jadi begini, motor yang sudah tua dan selalu dibawa oleh Ayahku bernama Abah Supra. Dia sangat berjasa sekali bagi keluargaku. Dulu pada tahun 2004 bertepatan dengan kelahiran adikku yang pertama, Ayah di PHK dari pekerjaan yang telah membesarkan ayah di dunia kerja sehingga dapat membeli tanah. Ayah kebingungan tanah yang sedang dibangun baru sebagian, adik baru lahir, belum bayar hutang, dan masih banyak keperluan lainnya. Uang PHKan tak seberapa dengan uang yang harus dikeluarkan.
“Ini Bunda hasil uang PHK Ayah, maaf hanya sedikit, silahkan belanjakan baju untuk anak-anak dan Bunda.” Ayah memberikan uang dengan menangis.
“Kenapa Ayah menangis?” tanya bunda.
“Ayah senang dapat uang, tapi dilain sisi Ayah sedih dan bingung kedepannya bagaimana? Anak-anak kita masih pada kecil, kontrakan belum dibayar sedikit lagi, tanah disana belum selesai pembangunannya.” Jawab ayah.
“Ya sudah Ayah tenang, Bunda akan tetap berusaha membantu memperingan beban hidup, dengan tekun bekerja.”
“Terimakasih Bunda.” Sambil memeluk Bunda.
Waktu itu aku masih kelas 4 SD, masih belum terlalu paham, dan aku bertanya pada Ayah dan Bunda. Setelah itu aku mulai paham. Ayah bekerja serabutan pada waktu itu, membenarkan segala sesuatu yang selalu diminta teman-temannya agar dapat membangun rumah. Akhirnya rumah di leuwigajah dapat ditempati walau belum di atap, belum dikramik, belum dicat yang penting sudah tidak mengontrak. Setelah pindah Ayah bertekad menjual jepit dan gantungan-gantungan, tapi hanya sebentar dan mendapatkan hasil hanya Rp.5000 dari pagi hingga siang dengan membawa adik saya yang baru berumur 2 tahun. Disitu Ayah merasa putus asa karena hanya mendapatkan Rp.5000 saja dan Ayah sudah keliling hingga diam di puskesmas dan Ayah berniat ingin bekerja lagi di pabrik. Tetapi aku dan bunda berusaha membantu dengan menjual jepit di dekat ojek agar Ayah tidak putus asa. Disana aku dan Bunda berteriak...
“Ayo jepitnya teh, kang, bagus-bagus, akang ayo beli buat pacarnya.” Aku berteriak, tapi aku heran masih SD tau pacar haha.
Suatu ketika datang bapak-bapak menghampiri dan Bunda ngumpet, aku heran.
“Kenapa jualannya sendiri dek?”
“Engga kok sama Bunda, tapi lagi pergi dulu.”
Lalu Bunda datang...
“Itu bos Bunda, Bunda malu hehe.”
“Ih dikira apa Bunda, pantes ngumpet.”
             Dzuhur kita pulang sambil membawa jepit yang masih banyakdan hasilnya lumayan. Aku selalu membawa jepit juga ke sekolah.
“Neng tika, minta tolong dong jepitin sama kuncirin rambut aku.” Ujarku kepada teman Sdku.
“Mana sini, bagus jepitnya, beli dimana?” Temanku bertanya.
“Akhirnya bertanya.” Ujarku dalam hati.
“Aku jualan kok, aku bawa, mau beli, eh temen-temen aku jualan jepit dan gantungan tas, ada yang mau beli?”
“Aku mau Diy, satu sama ini satu ya.” Neng Tika membeli.
            Alhamdulillah akhirnya teman-temanku pada beli jepit dan gantungannya. Lumayan daripada dibuangkan sayang. Tadinya sisa jepit-jepit dan gantungan tas yang lumayan masih banyak mau dibuang sama Ayah, tapi aku larang. Ayah sekarang bekerja menjadi tukang bangunan di rumah temannya. Alhamdulillah dari bekerja di teman Ayah, akhirnya Ayah banyak dipanggil untuk bekerja membangun rumah. Selain itu Ayah diberi pekerjaan dengan mengojek di tetangga yaitu Umi guru ngajiku. Ayah mengojek dari jam 03.00 atau 02.00 sampai pukul 05.00. Ketika sudah sesesai bekerja membangun rumah, Ayah merawat aku dan adik-adikku, terkadang aku membawa adikku sambil main bahkan sambil berjualan di depan rumah tetanggaku yang didepan.
            Suatu ketika Ayah bertemu dengan tetangga yaitu pak Indra, ia berbicara pada Ayah.
“Haha Mas sekarang jarang main yah? Oh udah ganti profesi ya, sekarang mah pake rok..” Ujar pak indra seperti meledek.
“Iya euy, habis nyari kerjaan teh susah, sabar aja sekarang mah, walau istri yang bekerja yang penting saya bisa meringankan istri dengan cara mengasuh anak-anak kami. Lagian masih ada yang manggil saya bekerja walau menjadi tukang bangunan dan mengojek, trus anak-anak gak terlantar. Alhamdulillah saya mempunyai istri yang baik dan sabar, malah dia yang memberikan semangat agar tidak berputus asa.” Ayah menjawab dengan lantang, dari yang tadi terpojokkan sehingga bangun dari keterpurukan.
Lalu pak indra pun diam membisu dan pergi berpamitan.
            “emm yaudah saya pergi dulu.” Dengan sinis dan kesal pak Indra berpamitan.
             Setelah itu Ayah berfikir keras berkeinginan bekerja di perusahaan dan menjadi karyawan lagi, karena Ayah merasa di injak-injak harga dirinya sebagai seorang lelaki. Ayah beribadah dan berdoa kepada Allah SWT semoga Allah SWT merencanakan yang terbaik bagi kehidupan ini. Ayah percaya Allah akan memberikan hikmahnya kepada keluarga kami.  Selama beberapa tahun Ayah masih bekerja serabutan, menunggu panggilan pekerjaan.
            Suatu hari saudara bunda datang ke rumah silaturahmi dan beberapa bulan kemarin Ayah menjemput nenek dari Jawa untuk tinggal disini bersama kami. Tadinya nenek tidak mau, nenek lebih senang di kampung halamanna sendiri. Tetapi kami sekeluarga khawatir 3 hari sebelum dijemput, nenek pingsan di tengah rumah yang luas, sendiri, dan rumah nenek ditengah-tengah pohon-pohon yang tinggi seperti hutan. Nenek pingsan tidak ada yang tau, saudara datang ke rumah nenek menjelang magrib dan nenek dalam keadaan belum sadar. Setelah ayah dan bunda dikabarkan begitu, ayah dan bunda cepat-cepat menelpon agar nenek mau dibawa ke Bandung. Nenek mau dibawa ke Bandung asalkan oleh ayah. Akhirnya Ayah pulang ke jawa dan menjemput nenek. Semenjak nenek ada di rumah, saudara-saudara dari bunda berdatangan. Nah saudara dari bunda yang datang kali ini namanya om To, beliau datang bukan hanya silaturahmi saja, beliau datang membawa kabar gembira, beliau memberitahu.
            “Ada lowongan pekerjaan mas, mas mau?”
            “mau dimana? Jadi apa?” Ayah bertanya.
            “ditempat saya mas, nanti dikasih tau lebih lanjut lagi ya mas.” Jawab om To.
“iya makasih loh To, alhamdulillah akhirnya penantian panjang, membuahkan hasil, terimakasih ya Allah SWT.” Ujar ayah sambil sujud syukur.
            Setelah sekian lama menunggu, akhirnya membuahkan hasil. Ayah sekarang sudah mulai bekerja di perusahaan tekstil, walaupun aya bukan di PT.nya tapi di yayasannya, Ayah tetap bersyukur, ayah juga tidak meninggalkan ngojeknya kepada guru ngajiku.
“Terkadang aku sedih melihat Ayah pagi-pagi pukul 02.00 atau 03.00 berangkat mengojek ke pasar, pulang pukul 05.00 ayah sudah membeli sayur mayur membantu bunda masak didapur karena bunda kerja pagi, setelah itu ayah mengantar bunda bekerja, mengantar kedua adikku bersekolah, lalu mengantarku sekolah, setelah pukul 07.35 ayah berangkat kerja, ayah pulang pukul 17.00. lalu kadang ada tetangga yang ingin minta tolong membenarkan sepeda, ban bocor, kompor rusak, listrik rusak, pasang gas dan lainnya sehabis pulang kerja bahkan hingga malam. Selain itu pulang kerja, ayah selalu menjemputku, karena baru pulang sekalian dan uangnya bisa disisihkan. Aku tak pernah malu walau sudah kuliah masih dijemput, malah aku bangga, dan jarang ayah seperti ayahku.  Ayah tak letihnya engkau, waktu  istirahat hanya sedikit sekali. Tetapi aku sangat bangga mempunyai ayah yang tak kenal letih, membantu orang tanpa pamrih. Aku akan mengikuti jejak langkahmu ayah. Tak lupa motor ayah yaitu abah supra sangat berjasa sekali.”
            Walaupun pas-pasan aku masih bersyukur masih bisa makan. Pernah ku mengeluh  soal uang jajan. Aku sudah kuliah tapi aku hamya diberi bekal Rp.10.000 perhari, malah sekarang diganti perminggu, tapi ayah tidak memberi Rp.70.000 bahkan hanya Rp.50.000 perminggu. SMP hanya Rp.3000 dan SMA Rp.6000 plus ongkos angkot Rp.2000. Aku iri dengan teman-temanku yang diberi uang orangtuanya Rp.30.000 perhari bahkan ada yang Rp.50.000-Rp.100.000 perhari, sedangkan aku Rp.50.000 perminggu.
“Seharusnya kamu lebih bersyukur masih diberikan uang sama ayah, yang penting kamu bisa jajan.”
“Tapi ayah, cukup apa uang segitu? Nasi di depan kampus Rp.9000 belum minum, belum jajan, belom fotocopyan, belum printan, belum lain-lain.”
“Ya nasi kamu bawa dari rumah aja.”
“berat ayah, lagian kalau fotocopy dan bayar apa-apa yang tak terduga?”
“Udah ayah percaya kok sama kamu, kamu bisa menyelesaikannya sendiri.”
            Aku kesal sama ayah, aku minta naikkin uang jajan aku tapi ayah gak mau. Tapi makin kesini aku bisa menyisihkan uang jajanku, aku kadang jajan kadang tidak dan selalu ada uang sisa. Uang yang selalu aku sisihkan selalu aku belikan barang yang aku mau seperti sepatu, baju, dan kerudung. Jika aku mendapatkan uang kecil aku tidak pernah panik, malah aku selalu berfikir bagaimana caranya uang ini tidak dibelikan semua. Sekarang aku sadar mengapa ayah percaya sama aku, aku dari kecil selalu diberi uang tidak banyak, agar aku bisa menerima uang sedikitpun dari orang lain dengan aku tidak mengeluh tapi malah berfikir bagaimana memenej uang dengan baik, serta lebih mandiri lagi. Terimakasih ayah dan bunda.
            Begitu cerita kehidupan yang selama ini aku alami, aku sangat bersyukur mempunyai mereka ayah, bunda, dan adik-adikku yang sayang padaku. Dalam kesusahan janganlah kita terlalu terpuruk dan berputus asa, apalagi sampai menyalahkan Tuhan kita yaitu Allah SWT, Allah telah mengatur semuanya dengan baik, karena dibalik itu semua pasti ada hikmahnya.” Sambil menangis aku pun menyelesaikan ceritanya.
Pak Anto berkata “Ok Diyah, bagus, ada lagi terakhir?”
            Temanku putra yang mengakhiri dengan ceritanya yang sedih.
Pak Anto berbicara “ Nah dari cerita-cerita yang telah kalian ceritakan dengan suasana sedih danteman-teman yang mendengarkan pun terbawa sedih. Ini yang dinamakan olah rasa. Bisa dengan cara ini kalian olah rasa. Olah rasa untuk lebih mendalami peran, tapi karena ini belum terpilih, tapi jika ada peran sedih kalian bisa terbawa atau bisa membayangkan cerita tersebut. Sebenarnya masih banyak lagi, ya nanti lain kali ya.”
            Setelah itu kami berdoa dan pulang. Keesokan harinya di kampusku ada pemberitahuan beasiswa dari gubernur. Barangsiapa mahasiswa yang mau ikut siapkan berkas-berkas yang tercantum di mading.
“Ah aku mau ikutan, semoga we dapet.” Ujarku.
“Iya hayu ah.” Ujar temanku.
            Aku dan teman-teman menyiapkan berkas, lalu meminta izin kepada ayah dan bunda. Tetapi setelah disiapkan, tinggal berkas dari SMA dan SKTM tiba-tiba ayah dan bunda tidak setuju.
“udah ngapain ikut beasiswa tapi pakai surat keterangan tidak mampu?” Suara Bunda yang lantang.
“ih bunda memang ketentuannya seperti itu.”
“selagi ayah sama bunda bisa biayain kamu kuliah, tidak usah ikut-ikutan seperti itu.” Ujar ayah.
“Yaudah kalau gak boleh, kan cuman ingin bantu ayah dan bunda saja.” Ujarku sambil kesal.
“Bantunya kamu belajar yang bener.” Kata ayah dan bunda.
            Ayah dan bunda sangat tidak setuju, bunda aneh dan katanya ribet masa beasiswa pake surat keterangan miskin, dan kata ayah selagi mampu gak usah kalo gak minjem aja. Ya terpaksa aku gak ikut. Gapapa semoga ada rezeki lebih, walau sayang karena menyia-nyakan reszeki, mungkin belum rezekinya. Lusa  prodi PBS. Indonesia mengadakan seminar nasional. Seminar nasionalnya mendatangkan bintang tamu yang sangat luar biasa dan ada para pemakalah. Tetapi bayarnya ya lumayan menurut aku mahal. Aku malu mau minta tapi mau gimana lagi, walau keluarga kita lagi meopet-mepetnya uang, beras mau habis tinggal dua gelas lagi.
            Hari ini adalah seminar nasional PBS. Indonesia. Dalam seminar nasional ini kita disuruh membuat puisi. Tiba-tiba datanglah ketua komunitas Seni Sastra.
“Diyah nanti setelah ini jam 13.00 ke ruang himpunan ya menghadap ketua himpunan.” Ujar kak Iwan.
            “Ada apa ya kak?” tanyaku heran.
            “Udah nanti datang aja.” Jawaban kak Iwan.
            “oh siap kak.” Ujarku lalu pergi.
            Aku bertanya-tanya, ada apa? Jadi degdegan, aku takut. Apakah aku ada salah di himpunan? Soudzonku mulai datang merembet. Pukul 13.00 pun tiba, aku pergi ke ruang himpunan dan meminta temanku mengantarku. Akhirnya bertemu.
            “Diyah ikut kakak ke dalam, via diam dulu diluar ya.” Ujar kak Iwan.
“Aduh makin deg-degan kenapa sendiri lagi, takut diintrogasi apa gitu.” Ujarku sambil masuk.
“Diyah jadi gini, kan ada mahasiswa yang beasiswanya dicabut. Nah penggantinya dicari dari prodi kita dan angkatan 2014. Trus dari Prodi menyuruh kakak untuk mencari penggantinya, dan penggantinya kakak tunjuk kamu.” Ujar kak Iwan.
“Aku kak? “
“Iya, mangkannya kakak panggil, jangan dikasih tau kesiapa-siapa. Besok kamu datang ke ruangan pak Jaja, siapkan prosedurnya, tanya ke pak Jaja.”
“Iya, tapi takut.”
“gak usah takut, yaudah besok kakak antar.”
“Iya kak, makasih.”
Alhamdulillah setelah diantar kak Iwan, lalu menyiapkan prosedurnya sampai harus ke MA dan Kelurhan akhirya membuahkan hasil. Aku mendapatkan beasiswa itu dan sudah cair uangnya. Ayah dan bunda menyetujui karena aku bersikeras memperjuangkannya. Aku bilang malu sudah ditunjuk, dipercayai masa disia-siakan, susah dapatnya juga. Aku membuktikannya dengan berusaha sendiri mempersiapkannya dan aku bilang aku akan membuktikan pada ayah dan bunda, tidak akan mengecewakan.
“Ayah, Bunda alhamdulillah berkat doa ayah dan bunda, Diyah mendapatkan beasiswa itu.”
“Syukur nak, kami bangga padamu, tapi kenapa kamu ya?”
“Aku juga bingung ayah, bunda. Ah apa karena aku cerita di komunitas ya?”
“cerita apa?”
“Ya jadi Diyah sama temen-temen disuruh cari benda yang berkesan, nah Diyah ambil koran yang ada gambar motor, Diyah ceritai Abah supra, ayah dan keluarga kita.”
“oh gitu.”
“Tapi ayah, bunda, kan kak Iwan gak ikutan, oh apa dikasih tau sama wakilnya kak Anti.”
“Yaudah mungkin ini rezeki dari Allah yang baru diberikan padamu, bersyukurlah pada Allah.”
“iya ayah, bunda, tak lupa bersyukur pada Allah SWT.”
Kita Sebagai manusia jangan mudah menyerah jika apa yang kita harapkan atau kita inginkan belum tercapai. Kita jangan mudah putus asa dalam menghadapi masalah apapun. Karena tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan. Allah memberikan cobaan tidak akan melebihi kemampuan hambanya dan dibalik itu semua ada hikmahnya. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Jangan lupa selalu bersyukur pada Allah SWT.
           
KARYA:
NAMA                        : ESA KHOIRUNI ABDIYAH
NIM                            :14210201
KELAS/ANGKATAN: A3 PBS. INDONESIA 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar